Langsung ke konten utama

Tabayyun dalam Menerima Setiap Info (QS. Al Hujurat ayat 6)








BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa dilepaskan dalam roda kehidupan masyarakat. Setiap manusia yang hidup bermasyarakan pasti berkomunikasi antara individu yang satu dengan yang lain. Dalam setiap komunikasi yang terjadi, manusia tidak lepas dari yang namanya berita atau  info. Sebagai seorang muslim kita diajarkan untuk silaturrahim baik kepada orang dewasa maupun yang masih muda. Dengan adanya silaturrahim diharapkan tercipta suatu kepercayaan terhadap sesama dan tercipta suatu keharmonisan.
Untuk menciptakan suatu hubungan yang harmonis, kita harus menjaga tingkah laku maupun perkataan kita. Ada suatu kata-kata yang pastinya umum diketahui orang yakni “Mulutmu Harimaumu” kata-kata tersbut jelas mewanti-wanti kita agar tetap menjag lisan kita dengan baik apabila berkata. Salah satu cara untuk menjaga perkataan kita adalah dengan cara menjauhkan segala ucapan dari hal yang akan menimbulkan adu domba, fitnah atau hal yang membuat kita berdusta.
Seiring berkembangnya teknologi, manusia memiliki kemudahan dalam menyampaikan berita melalui media-media yang ada terlebih lagi melalui internet. Melalui internet manusia dapat menyebarkan berita dengan cepat apalagi saat ini telah banyak hadir gadget seperti smartphone yang dapat dijangkau dari kalangan menengah kebawah hingga kelas atas. Dengan mudahnya informasi yang masuk melalui internet, tak jarang orang yang menerima informasi apa adanya tanpa melihat kebenaran informasi yang disampaikan tersebut meskipun informasi tersebut dapat menyebabkan perpecahan karena ketidak validannya yang membuat pihak tertentu merasa dirugikan.
Dengan berbagai macam kemudahan akses informasi melalui media sosial seperti facebook, twitter dan BBM tak jarang oknum yang memanfaatkan informasi palsu demi kepentingan pribadi. Melihat sebagian besar pengguna media sosial adalah pemuda yang masih labil, niatan oknum tertentu yang berusaha meomojokkan pihak tertentu menjadi dapat disalurkan sesuai harapan mereka.
 Sebagai seorang muslim yang baik, kita harus mampu mencerna informasi dengan benar agar keharmonisan tetap tercipta diantara sesama muslim. Rasulullah SAW telah mengajarkan kita untuk tidak melakukan adu domba, fitnah ataupun dusta. Bahkan Allah telah memberikan kita panduan untuk bermasyarakat dengan benar. Melalui QS. Al Hujurat ayat 6 Allah mengajarkan manusia untuk berhati-hati ketika menerima berita agar tidak terjadi musibah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Tabayyun?
2.      Apa makna tabayyun yang terkandung dalam QS. Al Hujurat ayat 6?
3.      Apa yang melatar belakangi diturunkannya QS. AL Hujurat ayat 6?
4.      Bagaimana Korelasi QS. Al Hujurat ayat 6 dengan ayat yang lain?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tabayyun
Berbicara tentang tabayun pasti masih terdengar asing dikalangan umum. Untuk mengetahui makna Tabayun diperlukan beberapa arti yang mampu memberikan gambaran atau maksud dari tabayun. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tabayun berarti penjelasan atau pemahaman[1]. Dalam bahasa Arab, Tabayyun (تبيّن )berasal dari kata  بان  (jelas) yang mengikuti wazan  تفعّل dan  tabayyun merupakan masdhar dari tabayyana yang mempunyai faidah للتكليف (membebani)[2] sehingga Tabayyun (تبيّن )  berarti menjelaskan. Jadi tabayyun dalam setiap informasi berarti menjelaskan kebenaran dari informasi yang didapat dengan cara memverifikasi kebenaran informasi tersebut.
B.     Makna tabayyun yang terkandung dalam QS. Al Hujurat ayat 6
Sebelum mengetahui makna tabayyun yang terkandung dalam QS. Al Hujurat ayat 6, alangkah baiknya apabila kita mengetahui ayat dan terjemah  QS. Al Hujurat ayat 6. Berikut adalah ayat dan terjemah QS. Al Hujurat ayat 6:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ŠÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR ÇÏÈ 
6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
                                Dari ayat tersebut dapat kita simpulkan bahwa kita diperintahkan untuk melalakukan tabayyun. Kata فتبيّنوا merupakan fiil amar dari تبيّن yang berarti suatu perintah yang harus dikerjakan. Dengan melakukan tabayun diharapkan agar kita dijauhkan dari adu domba atupun fitnah. Karena dengan bertabayun kita menjadi tidak mudah menerima informasi atau berita yang palsu.
                        Dalam ayat ini Allah memperingatkan orang-orang mukmin agar berhati-hati, jika seorang fasik datang membawa berita janganlah cepat mempercayainya, tetapi hendaklah diselidiki kebenarannya supaya tidak ada pihak atau kaum yang dirugikan, ditimpa musibah atau bencana yang disebabkan berita yang belum pasti kebenarannya, sehingga menyebabkan penyesalan yang semestinya terjadi[3].
Namun dengan bersikap tabayyun bukan berarti kita syu’udzon terhadap sesama muslim. Dengan bertabayyun kita harus menjadi seorang muslim yang lebih berhati-hati apabila menerima berita atau informasi yang penting. Ketika berita atau informasi telah disampaikan alangkah baiknya apabila kita memverifikasi kebenaran berita tersebut melalui beberapa orang yang sekiranya dapat dipercaya dan dapat mempertanggungjawabkan apa yang dikatakannya.
C.     Asbabun Nuzul
           Dalam suatu riwayat di kemukakan bahwa Al- Harits menghadap Rasulullah saw. Beliau mengajaknya untuk masuk Islam. Ia pun berikrar menyatakan diri untuk masuk Islam. Rasulullah saw mengajaknya untuk mengeluarkan zakat, ia pun menyanggupi kewajiban itu, dan berkata; “ Ya Rasulullah, aku akan pulang kekaumku untuk mengajak mereka masuk Islam dan menunaikan zakat. Orang – orang yang mengikuti ajakanku akan ku kumpulkan zakatnya.  Apabila telah tiba waktunya, kirimlah utusan untuk mengambil zakat yang telah ku kumpulkan itu. “
            Ketika Al- Harits telah banyak mengumpulkan zakat, dan waktu yang telah di tetapkan telah tiba, tak seorang utusan pun menemuinya. Al- Harits mengira telah terjadi sesuatu yang menyebabkan Rasulullah saw marah kepadanya. Ia pun telah memanggil para hartawan kaumnya dan berkata,” Sesungguhnya Rasulullah saw telah menetapkan waktu untuk mengutus seseorang untuk mengambil zakat yang telah ada padaku, dan beliau tidak pernah menyalahi janjinya. Akan tetapi saya tidak tahu mengapa beliau menangguhkan utusannya itu. Mungkinkah beliau marah? Mari kita berangkat menghadap Rasulullah saw.
            Rasulullah saw, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, mengutus Al- Walid bin Uqbah untuk mengambil dan menerima zakat yang ada pada Al- Harits. Ketika Al-Walid berangkat, di perjalanan hatinya merasa gentar, lalu ia pun pulang sebelum sampai ketempat yang dituju. Ia melaporkan (laporan palsu) kepada Rasulullah saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat kepadanya, bahkan mengancam akan membunuhnya.
            Kemudian Rasulullah saw mengirim utusan berikutnya kepada Al-Harits. Ditengah perjalanan, utusan itu berpapasan dengan Al-Harits dan sahabat- sahabat nya yang tengah menuju ketempat Rasulullah saw. Setelah berhadap- hadapan , Al-Harits menanyai utusan itu ; “ Kepada siapa engkau di utus?” Utusan itu menjawab ; “ Kami di utus kepadamu.” Dia bertanya; “ Mengapa? “Mereka menjawab;” Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah. Namun, ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat, bahkan bermaksud membunuhnya.” Al-Harits menjawab ; “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar- benarnya, aku tidak melihatnya. Tidak ada yang datang kepadaku.
       Ketika mereka sampai dihadapan Rasulullah saw, bertanyalah beliau ;” Mengapa engkau menahan zakat dan akan membunuh utusanku?” Al-Harits menjawab ;” Demi Allah yang telah mengutus engkau sebenar- benarnya, aku tidak berbuat demikian.” Maka turunlah ayat ini (QS. 49 Al-Hujurat: 6) sebagai peringatan kepada kaum mukminin agar tidak hanya menerima keterangan dari sebelah pihak[4].
            Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, dan Tabrani. Firman Allah SWT,”Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah.” Yaitu, bahwa di tengah-tengah kamu itu ada Rasulullah, maka agungkanlah ia, berlakulah sopan di hadapannya, dan ikutilah perintahnya, karena dia lebih tau tentang kemaslahatan kamu dan lebih sayang kepada dirimu daripada kasih sayangmu kepada dirimu sendiri. Dan, pendapatnya mengenai urusan kamu adalah lebih sempurna di banding pendapat kamu mengenai urusanmu sendiri. Sebagaimana yang telah difirmankan-Nya, “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.” (al-Ahzab:6)
Kemudian Allah SWT menerangkan bahwa pendapat mereka yang berkenaan dengan pemeliharaan kemaslahatan diri mereka itu sangat dangkal. Maka Allah berfirman,”Kalau dia menuruti kamu dalam beberapa urusan,benar-benarlah kamu akan mendapat ke-susahan.” Yaitu, Kalau saja dia menuruti kamu untuk semua hal yang kamu inginkan, pastilah hal itu akan menyebabkan kesusahan bagi diri kamu sendiri. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini dan semua yang ada di dalamnya.”(al-Mu’minuun: 71) Firman Allah SWT selanjutnya,”Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” Yaitu, memberikan rasa cinta kepada keimanan ke dalam diri-diri kamu dan membuatnya indah di dalam hati-hati kamu. Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Anas bin Malik r.a. mengatakan,”Rasulullah saw. Bersabda,
اَلإِسْلاَمُ عَلاَنِيَّةٌ وَالإِيْمَانُ في القلبِ – قال ثمَّ يُشِيْرُ بِيَدِهِ إِلى صَدْرِهِ ثلاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ يقول –
 التَّقوَى هَهُنَا التَّقوَى هَهُنَا
            ‘Islam itu bersifat eksplisit sedangkan keimanan itu di dalam hati.’ Kemudian Rasulullah saw. menunjuk dengan tangannya ke dadanya sambil mengatakan, ‘Taqwa itu disini. Taqwa itu disini.’
Firman Allah SWT, “Serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.” Yaitu, Allah menanamkan rasa kebencian ke dalam diri-diri kamu terhadap kekufuran dan kefasikan. Kefasikan ialah dosa-dosa besar dan kedurhakaan ialah semua tindak kemaksiatan. Dan penanaman kebencian ini merupakan untuk menyempurnakan nikmat. Firman Allah SWT selanjutnya,”Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” Yaitu, mereka yang mempunyai sifat seperti ini berarti telah dikaruniai petunjuk oleh-Nya. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari sebagian haditsnya, dari Abu Rifa’ah az-Zarqa dari ayahnya, dia mengatakan bahwa di antara doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah saw. sehingga membuat orang-orang musyrik kocar-kacir dalam Perang Uhud adalah beliau memanjatkan,
اللهم حَبِّبْ إِلَيْنَا الإِيمانِ وَزَيِّنْهُ في قلوبِناَ وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الكُفْرَ والفُسُوْقَ والعِصْياَنَ واجْعَلناَ مِنَ الرَّشِدينَ
            “…Ya Allah, jadikanlah hati kami mencintai keimanan dan hiaskanlah dia didalam hati-hati kami. Dan jadikanlah hati kami memberi kekufuran,kefasikan, dan kedurhakaan. Serta jadiakanlah kami orang-orang yang mendapat petunjuk…”
Di dalam hadits marfu’ dikatakan, “Barangsiapa yang kebaikannya menyenangkannya dan keburukannya menyedihkannya, maka dialah orang beriman.” Kemudian Allah SWT berfirman, Sebagai karunia dan nikmat dari Allah.” Yaitu, pemberian yang telah diserahkan kepada kamu ini merupakan karunia dan nikmat dari-Nya untuk kamu. “Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” Yaitu, Maha Mengetahui siapa orang yang berhak untuk mendapat hidayah atau kesesatan, dan Mahabijaksana di dalam segala ucapan, perbuatan, syariat, dan kudrad-Nya.[5]
D.    Korelasi QS. Al Hujurat ayat 6 dengan ayat yang lain
(#þqßJn=÷æ$#ur ¨br& öNä3ŠÏù tAqßu «!$# 4 öqs9 ö/ä3ãèÏÜムÎû 9ŽÏWx. z`ÏiB ͐öDF{$# ÷LêÏYyès9 £`Å3»s9ur ©!$# |=¬7ym ãNä3øs9Î) z`»yJƒM}$# ¼çmuZ­ƒyur Îû ö/ä3Î/qè=è% on§x.ur ãNä3øs9Î) tøÿä3ø9$# s-qÝ¡àÿø9$#ur tb$uŠóÁÏèø9$#ur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcrßÏ©º§9$# ÇÐÈ  
“Dan ketahuilah olehmu bahwa dikalanganmu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan)mu dalam beberapa urusan, benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikanmu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikanmu benci kepada kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus” ( Al Hujurat ayat 7 )
ð  Ayat 7 menegaskan bahwa apabila pada saat itu Rasullullah mengikuti/mendengarkan perkataan orang fasik maka akan timbul kesusahan baik bagi orang fasik tersebut maupun bagi orang yang disekitarnya.
Setelah ayat tersebut kemudian dipertegas lagi dengan QS. Al Mu’minuun
Èqs9ur yìt7©?$# ,ysø9$# öNèduä!#uq÷dr& ÏNy|¡xÿs9 ÝVºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur `tBur  ÆÎgŠÏù 4 ö@t/ Nßg»oY÷s?r& öNÏd̍ò2ÉÎ/ óOßgsù `tã NÏd̍ø.ÏŒ šcqàÊ̍÷èB ÇÐÊÈ
  Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS. Al Mu’minuun ayat 71)
Kemudian ayat QS. Al Hujurat ayat 8 menjelaskan bahwa Allah masih sayang terhadap umat mu’min dengan turunnya ayat 6 tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya sifat Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Turunnya ayat 6 adalah bukti kebijaksanaan Allah Yang Maha Mengetahui kebutuhan hambanya.
WxôÒsù z`ÏiB «!$# ZpyJ÷èÏRur 4 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÅ3ym ÇÑÈ  
“Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah maha mengetahui dan maha  bijaksana “  ( Al Hujurat ayat 8 )
Ayat yang selaras maknanya dengan Surat Al Hujurat Ayat 6
]وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً[
“Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS al-Isrâ’ [17]: 36).
BAB III
PENUTUP
Tabayyun berarti berasal dari kata  بان  (jelas) yang mengikuti wazan  تفعّل dan  tabayyun merupakan masdhar dari tabayyana yang mempunyai faidah للتكليف (membebani)  sehingga Tabayyun (تبيّن )  berarti menjelaskan. Jadi Tabayyun dalam setiap informasi berarti mencari kebenaran informasi dengan cara memverifikasi kebenaran informasi dari penejalasan sumber yang lebih dari satu.
Dalam QS. Al Hujurat ayat 6 Allah memperingatkan orang-orang mukmin agar berhati-hati, jika seorang fasik datang membawa berita janganlah cepat mempercayainya, tetapi hendaklah diselidiki kebenarannya supaya tidak ada pihak atau kaum yang dirugikan, ditimpa musibah atau bencana yang disebabkan berita yang belum pasti kebenarannya, sehingga menyebabkan penyesalan yang semestinya terjadi.
          Asbabun Nuzul dari QS.Al Hujurat ayat 6  bermula ketika Rasulullah saw, mengutus Al- Walid bin Uqbah untuk mengambil dan menerima zakat yang ada pada Al- Harits sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Namun ketika Al-Walid berangkat, di perjalanan hatinya merasa gentar, lalu ia pun pulang sebelum sampai ketempat yang dituju. Ia melaporkan (laporan palsu) kepada Rasulullah saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat kepadanya, bahkan mengancam akan membunuhnya.


DAFTAR PUSTAKA

Busyro, Muhtarom , Shorof Praktis “Metode Krapyak”, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2012)
KBBI Ofline Versi 1.2
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992)
http://rudialislah.blogspot.com/2012/05/tabayyun-sebelum-memutuskan-surat-al.html
Nasib ar-Rifa’i, Muhammad, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,(Jakarta: Gema Insani, 2011)
Shaleh, Qamaruddin dkk, Asbabunnuzul, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2009)

[1] KBBI Ofline Versi 1.2
[2] Muhtarom Busyro, Shorof Praktis “Metode Krapyak”, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2012), hal. 176.
[3] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992)  hal.316.
[4]KH.Qamaruddin Shaleh, dkk, Asbabunnuzul, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro,2009), hal.512-514.
[5] Muhammad  Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,(Jakarta: Gema Insani, 2011) hal. 315-317.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“PENGELOMPOKAN KEILMUAN ISLAM DALAM BURHANI, IRFANI, DAN BAYANI”

BAB I PENDAHULUAN 1.1   LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci yang paling mendasar dari kemajuan yang diraih umat manusia, tentunya tidak datang begitu saja tanpa ada sebuah dinamika atau pengembangan ilmiah. Proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itulah dikenal dengan istilah epistemologis. Lebih lanjut Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa Epistemologi membicarakan sumber ilmu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan. [1] Metode ilmiah yang dikembangkan oleh para pemikir muslim berbeda secara signifikan dengan metode yang dikembangkan oleh para pemikir barat. Sebab, seperti pernah dikatakan Ziaudin Sardar, sementara para ilmuanbarat menggunakan hanya satu macam metode ilmiah, yaitu metode observasoi, para pemikir muslim menggunakan tiga macam metode sesuai dengan tingkat atau hiererki objek-objeknya, yaitu (1) Bayani atau observasi, (2) Burhani atau Logis, (3) Irfani atau intuitif, yang masing-masing bersumber

Kepercayaan Urang Banjar di Kalimantan Selatan

1.       SEJARAH SUKU BANJAR Mengingat persamaan yang besar sekali antara bahasa yang dikembangkan suku Banjar dengan bahasa Melayu, yang dikembangkan oleh suku-suku di Sumatera dan sekitarnya, dapat diduga mungkin sekali nenek moyang suku Banjar berintikan pecahan suku Melayu, yang sekitar lebih dari seribu tahun lalu, berimigrasi secara besar-besaran ke kawasan ini, dari Sumatera atau sekitarnya. Imigrasi besar-besaran dari suku Melayu ini kemungkinan sekali tidak terjadi dalam satu gelombang sekaligus. Barangkali suku Dayak Bukit, yang sekarang ini mendiami Pegunungan Meratus adalah sisa-sisa dari imigran-imigran Melayu gelombang pertama; bahasa mereka dapat diidentifikasikan sebagai bahasa Banjar kuno. Imigran-imigran Melayu yang datang belakangan inilah yang menjadi inti dan kemudian, setelah berlalu waktu dan banyak kelompok-kelompok Bukit dan Manyan, dan belakangan kelompok Ngaju, melebur kedalamnya, berkembang menjadi suku Banjar. Nama Banjar diperoleh ketika pusat kekua

MAKALAH PENGANTAR STUDI ISLAM Metodologi Studi Islam

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Agama sebagai objek penelitian sudah lama diperdebatkan. Harun Nasution menunjukan pendapat yang menyatakan bahwa agama, karena merupakan wahyu, tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu sosial,dan kalaupun dapat dilakukan, harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu sosial. Dalam menjawab persoalan itu. Harun Nasution membangun sebuah pernyataan berikut: Betulkan ajaran agama hanya merupakan wahyu dari tuhan? Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ahmad Syafi”i Mufid. Ahmad Syafi”i Mufid (Affandi Mochtar(ed), 1996: 34) menjelaskan bahwa agama sebagai objek penelitian pernah menjadi bahan perdebatan, karena agama merupakan sesuatu yang transenden. Agamawan cenderung berkeyakinan bahwa agama memiliki kebenaaran mutlak sehingga tidak perlu diteliti. Sebagai mana sudah di singgung di atas, agama mengandung dua kelompok ajaran. Pertama, ajaran dasar yang di wahyukan tuhan melalui para rasul-Nya kepada masyarakat manusi