BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa dilepaskan dalam roda
kehidupan masyarakat. Setiap manusia yang hidup bermasyarakan pasti
berkomunikasi antara individu yang satu dengan yang lain. Dalam setiap komunikasi yang terjadi, manusia tidak lepas dari yang namanya
berita atau info. Sebagai seorang muslim
kita diajarkan untuk silaturrahim baik kepada orang dewasa maupun yang masih
muda. Dengan adanya silaturrahim diharapkan tercipta suatu kepercayaan terhadap
sesama dan tercipta suatu keharmonisan.
Untuk menciptakan suatu hubungan yang harmonis, kita harus menjaga tingkah
laku maupun perkataan kita. Ada suatu kata-kata yang pastinya umum diketahui
orang yakni “Mulutmu Harimaumu” kata-kata tersbut jelas mewanti-wanti kita agar
tetap menjag lisan kita dengan baik apabila berkata. Salah satu cara untuk
menjaga perkataan kita adalah dengan cara menjauhkan segala ucapan dari hal
yang akan menimbulkan adu domba, fitnah atau hal yang membuat kita berdusta.
Seiring berkembangnya
teknologi, manusia memiliki kemudahan
dalam menyampaikan berita melalui media-media yang ada terlebih lagi melalui
internet. Melalui internet manusia dapat menyebarkan berita dengan cepat
apalagi saat ini telah banyak hadir gadget seperti
smartphone yang dapat dijangkau dari kalangan menengah
kebawah hingga kelas atas. Dengan mudahnya informasi yang masuk melalui
internet, tak jarang orang yang menerima informasi apa adanya tanpa melihat
kebenaran informasi yang disampaikan tersebut meskipun informasi tersebut dapat
menyebabkan perpecahan karena ketidak validannya yang membuat pihak tertentu
merasa dirugikan.
Dengan berbagai macam kemudahan akses informasi melalui media sosial
seperti facebook, twitter dan BBM tak jarang oknum yang memanfaatkan informasi
palsu demi kepentingan pribadi. Melihat sebagian besar pengguna media sosial
adalah pemuda yang masih labil, niatan oknum tertentu yang berusaha meomojokkan
pihak tertentu menjadi dapat disalurkan sesuai harapan mereka.
Sebagai
seorang muslim yang baik, kita harus mampu mencerna informasi dengan benar agar
keharmonisan tetap tercipta diantara sesama
muslim. Rasulullah SAW telah mengajarkan kita untuk tidak melakukan adu domba,
fitnah ataupun dusta. Bahkan Allah telah memberikan kita panduan untuk
bermasyarakat dengan benar. Melalui QS. Al Hujurat ayat 6 Allah mengajarkan
manusia untuk berhati-hati ketika menerima berita agar tidak terjadi musibah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Tabayyun?
2. Apa makna tabayyun yang terkandung dalam QS. Al Hujurat ayat 6?
3. Apa yang melatar belakangi diturunkannya QS. AL Hujurat ayat 6?
4. Bagaimana Korelasi QS. Al Hujurat ayat 6 dengan ayat yang lain?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tabayyun
Berbicara tentang tabayun pasti masih terdengar asing dikalangan umum. Untuk
mengetahui makna Tabayun diperlukan beberapa arti yang mampu memberikan
gambaran atau maksud dari tabayun. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tabayun
berarti penjelasan atau pemahaman[1]. Dalam
bahasa Arab, Tabayyun (تبيّن )berasal dari kata بان (jelas) yang mengikuti wazan تفعّل dan tabayyun merupakan masdhar dari tabayyana yang mempunyai faidah للتكليف (membebani)[2]
sehingga Tabayyun (تبيّن ) berarti menjelaskan. Jadi tabayyun dalam
setiap informasi berarti menjelaskan kebenaran dari informasi yang didapat dengan
cara memverifikasi kebenaran informasi tersebut.
B. Makna tabayyun yang terkandung dalam QS. Al Hujurat ayat 6
Sebelum mengetahui makna tabayyun yang terkandung dalam QS. Al Hujurat ayat
6, alangkah baiknya apabila kita mengetahui ayat dan terjemah QS. Al Hujurat ayat 6. Berikut
adalah ayat dan terjemah QS. Al Hujurat ayat 6:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR ÇÏÈ
6. Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.
Dari ayat tersebut dapat kita simpulkan bahwa kita diperintahkan
untuk melalakukan tabayyun. Kata فتبيّنوا merupakan
fiil amar dari تبيّن
yang berarti suatu perintah yang harus dikerjakan. Dengan melakukan tabayun diharapkan agar kita dijauhkan
dari adu domba atupun fitnah. Karena dengan bertabayun kita menjadi tidak mudah
menerima informasi atau berita yang palsu.
Dalam ayat ini Allah memperingatkan
orang-orang mukmin agar berhati-hati, jika seorang fasik datang membawa berita
janganlah cepat mempercayainya, tetapi hendaklah diselidiki kebenarannya supaya
tidak ada pihak atau kaum yang dirugikan, ditimpa musibah atau bencana yang
disebabkan berita yang belum pasti kebenarannya, sehingga menyebabkan
penyesalan yang semestinya terjadi[3].
Namun dengan bersikap tabayyun
bukan berarti kita syu’udzon terhadap sesama muslim. Dengan bertabayyun kita
harus menjadi seorang muslim yang lebih berhati-hati apabila menerima berita
atau informasi yang penting. Ketika berita atau informasi telah disampaikan
alangkah baiknya apabila kita memverifikasi
kebenaran berita tersebut melalui beberapa orang yang sekiranya dapat dipercaya
dan dapat mempertanggungjawabkan apa yang dikatakannya.
C. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat di kemukakan bahwa Al- Harits menghadap Rasulullah saw.
Beliau mengajaknya untuk masuk Islam. Ia pun berikrar menyatakan diri untuk
masuk Islam. Rasulullah saw mengajaknya untuk mengeluarkan zakat, ia pun
menyanggupi kewajiban itu, dan berkata; “ Ya Rasulullah, aku akan pulang
kekaumku untuk mengajak mereka masuk Islam dan menunaikan zakat. Orang – orang
yang mengikuti ajakanku akan ku kumpulkan zakatnya. Apabila telah tiba
waktunya, kirimlah utusan untuk mengambil zakat yang telah ku kumpulkan itu. “
Ketika Al- Harits telah
banyak mengumpulkan zakat, dan waktu yang telah di tetapkan telah tiba, tak
seorang utusan pun menemuinya. Al- Harits mengira telah terjadi sesuatu yang
menyebabkan Rasulullah saw marah kepadanya. Ia pun telah memanggil para
hartawan kaumnya dan berkata,” Sesungguhnya Rasulullah saw telah menetapkan
waktu untuk mengutus seseorang untuk mengambil zakat yang telah ada padaku, dan
beliau tidak pernah menyalahi janjinya. Akan tetapi saya tidak tahu mengapa
beliau menangguhkan utusannya itu. Mungkinkah beliau marah? Mari kita berangkat
menghadap Rasulullah saw.
Rasulullah saw, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, mengutus Al- Walid
bin Uqbah untuk mengambil dan menerima zakat yang ada pada Al- Harits. Ketika
Al-Walid berangkat, di perjalanan hatinya merasa gentar, lalu ia pun pulang
sebelum sampai ketempat yang dituju. Ia melaporkan (laporan palsu) kepada
Rasulullah saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat kepadanya, bahkan
mengancam akan membunuhnya.
Kemudian Rasulullah saw mengirim utusan berikutnya kepada Al-Harits. Ditengah
perjalanan, utusan itu berpapasan dengan Al-Harits dan sahabat- sahabat nya
yang tengah menuju ketempat Rasulullah saw. Setelah berhadap- hadapan ,
Al-Harits menanyai utusan itu ; “ Kepada siapa engkau di utus?” Utusan itu
menjawab ; “ Kami di utus kepadamu.” Dia bertanya; “ Mengapa? “Mereka
menjawab;” Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah.
Namun, ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat, bahkan bermaksud
membunuhnya.” Al-Harits menjawab ; “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad
dengan sebenar- benarnya, aku tidak melihatnya. Tidak ada yang datang kepadaku.
Ketika mereka sampai
dihadapan Rasulullah saw, bertanyalah beliau ;” Mengapa engkau menahan zakat
dan akan membunuh utusanku?” Al-Harits menjawab ;” Demi Allah yang telah
mengutus engkau sebenar- benarnya, aku tidak berbuat demikian.” Maka turunlah
ayat ini (QS. 49 Al-Hujurat: 6)
sebagai peringatan kepada kaum mukminin agar tidak hanya menerima keterangan
dari sebelah pihak[4].
Hadits
tersebut diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, dan Tabrani. Firman
Allah SWT,”Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah.” Yaitu,
bahwa di tengah-tengah kamu itu ada Rasulullah, maka agungkanlah ia, berlakulah
sopan di hadapannya, dan ikutilah perintahnya, karena dia lebih tau tentang
kemaslahatan kamu dan lebih sayang kepada dirimu daripada kasih sayangmu kepada
dirimu sendiri. Dan, pendapatnya mengenai urusan kamu adalah lebih sempurna di
banding pendapat kamu mengenai urusanmu sendiri. Sebagaimana yang telah
difirmankan-Nya, “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka
sendiri.” (al-Ahzab:6)
Kemudian Allah SWT menerangkan bahwa
pendapat mereka yang berkenaan dengan pemeliharaan kemaslahatan diri mereka itu
sangat dangkal. Maka Allah berfirman,”Kalau dia menuruti kamu dalam beberapa
urusan,benar-benarlah kamu akan mendapat ke-susahan.” Yaitu, Kalau saja dia
menuruti kamu untuk semua hal yang kamu inginkan, pastilah hal itu akan
menyebabkan kesusahan bagi diri kamu sendiri. Hal ini sebagaimana firman-Nya,
“Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit
dan bumi ini dan semua yang ada di dalamnya.”(al-Mu’minuun: 71) Firman
Allah SWT selanjutnya,”Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan
menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” Yaitu, memberikan rasa cinta kepada
keimanan ke dalam diri-diri kamu dan membuatnya indah di dalam hati-hati kamu.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Anas bin Malik r.a. mengatakan,”Rasulullah saw.
Bersabda,
اَلإِسْلاَمُ عَلاَنِيَّةٌ وَالإِيْمَانُ في القلبِ – قال ثمَّ
يُشِيْرُ بِيَدِهِ إِلى صَدْرِهِ ثلاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ يقول –
التَّقوَى هَهُنَا التَّقوَى هَهُنَا
‘Islam
itu bersifat eksplisit sedangkan keimanan itu di dalam hati.’ Kemudian
Rasulullah saw. menunjuk dengan tangannya ke dadanya sambil mengatakan, ‘Taqwa
itu disini. Taqwa itu disini.’
Firman Allah SWT, “Serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran,
kefasikan, dan kedurhakaan.” Yaitu, Allah menanamkan rasa kebencian ke dalam
diri-diri kamu terhadap kekufuran dan kefasikan. Kefasikan ialah dosa-dosa
besar dan kedurhakaan ialah semua tindak kemaksiatan. Dan penanaman kebencian
ini merupakan untuk menyempurnakan nikmat. Firman Allah SWT selanjutnya,”Mereka
itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” Yaitu, mereka yang
mempunyai sifat seperti ini berarti telah dikaruniai petunjuk oleh-Nya.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari sebagian haditsnya, dari Abu Rifa’ah
az-Zarqa dari ayahnya, dia mengatakan bahwa di antara doa yang dipanjatkan oleh
Rasulullah saw. sehingga membuat orang-orang musyrik kocar-kacir dalam Perang
Uhud adalah beliau memanjatkan,
اللهم حَبِّبْ إِلَيْنَا الإِيمانِ وَزَيِّنْهُ
في قلوبِناَ وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الكُفْرَ والفُسُوْقَ والعِصْياَنَ واجْعَلناَ مِنَ
الرَّشِدينَ
“…Ya Allah,
jadikanlah hati kami mencintai keimanan dan hiaskanlah dia didalam hati-hati
kami. Dan jadikanlah hati kami memberi kekufuran,kefasikan, dan kedurhakaan.
Serta jadiakanlah kami orang-orang yang mendapat petunjuk…”
Di dalam hadits marfu’ dikatakan, “Barangsiapa yang kebaikannya
menyenangkannya dan keburukannya menyedihkannya, maka dialah orang beriman.” Kemudian Allah SWT berfirman, “Sebagai
karunia dan nikmat dari Allah.” Yaitu, pemberian yang telah diserahkan kepada
kamu ini merupakan karunia dan nikmat dari-Nya untuk kamu. “Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana.” Yaitu, Maha Mengetahui siapa orang yang berhak
untuk mendapat hidayah atau kesesatan, dan Mahabijaksana di dalam segala
ucapan, perbuatan, syariat, dan kudrad-Nya.[5]
D.
Korelasi QS. Al Hujurat ayat 6 dengan ayat
yang lain
(#þqßJn=÷æ$#ur ¨br& öNä3Ïù tAqßu «!$# 4 öqs9 ö/ä3ãèÏÜã Îû 9ÏWx. z`ÏiB ÍöDF{$# ÷LêÏYyès9 £`Å3»s9ur ©!$# |=¬7ym ãNä3øs9Î) z`»yJM}$# ¼çmuZyur Îû ö/ä3Î/qè=è% on§x.ur ãNä3øs9Î) tøÿä3ø9$# s-qÝ¡àÿø9$#ur tb$uóÁÏèø9$#ur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd crßÏ©º§9$# ÇÐÈ
“Dan ketahuilah olehmu bahwa dikalanganmu
ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan)mu dalam beberapa urusan,
benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikanmu cinta
kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikanmu
benci kepada kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang
yang mengikuti jalan yang lurus” ( Al Hujurat ayat 7 )
ð Ayat 7 menegaskan bahwa apabila pada saat itu Rasullullah
mengikuti/mendengarkan perkataan orang fasik maka akan timbul kesusahan baik
bagi orang fasik tersebut maupun bagi orang yang disekitarnya.
Setelah ayat
tersebut kemudian dipertegas lagi dengan QS. Al Mu’minuun
Èqs9ur yìt7©?$# ,ysø9$# öNèduä!#uq÷dr& ÏNy|¡xÿs9 ÝVºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur `tBur ÆÎgÏù 4 ö@t/ Nßg»oY÷s?r& öNÏdÌò2ÉÎ/ óOßgsù `tã NÏdÌø.Ï cqàÊÌ÷èB ÇÐÊÈ
“Andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan
itu. (QS. Al Mu’minuun ayat 71)
Kemudian ayat
QS. Al Hujurat ayat 8 menjelaskan bahwa Allah masih sayang terhadap umat mu’min
dengan turunnya ayat 6 tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya sifat
Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Turunnya ayat 6 adalah bukti
kebijaksanaan Allah Yang Maha Mengetahui kebutuhan hambanya.
WxôÒsù
z`ÏiB
«!$#
ZpyJ÷èÏRur
4 ª!$#ur
íOÎ=tæ
ÒOÅ3ym
ÇÑÈ
“Sebagai
karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah maha mengetahui dan maha
bijaksana “ ( Al Hujurat ayat 8 )
Ayat yang selaras maknanya dengan
Surat Al Hujurat Ayat 6
]وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ
مَسْئُولاً[
“Janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya
itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS al-Isrâ’ [17]: 36).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Tabayyun berarti berasal dari kata بان (jelas) yang mengikuti wazan تفعّل dan tabayyun merupakan masdhar dari tabayyana yang mempunyai faidah للتكليف (membebani) sehingga Tabayyun (تبيّن ) berarti menjelaskan. Jadi Tabayyun dalam
setiap informasi berarti mencari kebenaran informasi dengan cara memverifikasi
kebenaran informasi dari penejalasan sumber yang lebih dari satu.
Dalam QS. Al Hujurat ayat 6 Allah memperingatkan
orang-orang mukmin agar berhati-hati, jika seorang fasik datang membawa berita
janganlah cepat mempercayainya, tetapi hendaklah diselidiki kebenarannya supaya
tidak ada pihak atau kaum yang dirugikan, ditimpa musibah atau bencana yang
disebabkan berita yang belum pasti kebenarannya, sehingga menyebabkan
penyesalan yang semestinya terjadi.
Asbabun Nuzul dari QS.Al Hujurat ayat 6 bermula
ketika Rasulullah saw, mengutus Al- Walid bin Uqbah untuk mengambil dan
menerima zakat yang ada pada Al- Harits sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan. Namun ketika
Al-Walid berangkat, di perjalanan hatinya merasa gentar, lalu ia pun pulang
sebelum sampai ketempat yang dituju. Ia melaporkan (laporan palsu) kepada
Rasulullah saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat kepadanya, bahkan
mengancam akan membunuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Busyro, Muhtarom , Shorof Praktis “Metode Krapyak”,
(Yogyakarta: Menara Kudus, 2012)
KBBI Ofline Versi 1.2
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat
Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992)
http://rudialislah.blogspot.com/2012/05/tabayyun-sebelum-memutuskan-surat-al.html
Nasib ar-Rifa’i, Muhammad, Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir,(Jakarta: Gema Insani, 2011)
Shaleh, Qamaruddin dkk, Asbabunnuzul, (Bandung: CV
Penerbit Diponegoro, 2009)
[3] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat
Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992) hal.316.
[4]KH.Qamaruddin Shaleh, dkk, Asbabunnuzul, (Bandung: CV Penerbit
Diponegoro,2009), hal.512-514.
[5] Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir,(Jakarta: Gema Insani, 2011) hal. 315-317.
Komentar
Posting Komentar