BAB I
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Agama
sebagai objek penelitian sudah lama diperdebatkan. Harun Nasution menunjukan
pendapat yang menyatakan bahwa agama, karena merupakan wahyu, tidak dapat
menjadi sasaran penelitian ilmu sosial,dan kalaupun dapat dilakukan, harus
menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu sosial. Dalam
menjawab persoalan itu. Harun Nasution membangun sebuah pernyataan berikut:
Betulkan ajaran agama hanya merupakan wahyu dari tuhan?
Hal
yang sama juga dijelaskan oleh Ahmad Syafi”i Mufid. Ahmad Syafi”i Mufid
(Affandi Mochtar(ed), 1996: 34) menjelaskan bahwa agama sebagai objek
penelitian pernah menjadi bahan perdebatan, karena agama merupakan sesuatu yang
transenden. Agamawan cenderung berkeyakinan bahwa agama memiliki kebenaaran
mutlak sehingga tidak perlu diteliti.
Sebagai
mana sudah di singgung di atas, agama mengandung dua kelompok ajaran. Pertama,
ajaran dasar yang di wahyukan tuhan melalui para rasul-Nya kepada masyarakat
manusia. Ajaran dasar yang demikian terdapat dalam kitab-kitab suci itu
memerlukan penjelasan tentang arti & cara pelaksanaannya.
Penjelasan-penjelasan para pemuka atau pakar agama membentuk ajaran agama
kelompok kedua. (Harun Nasution dalam Parsudi Suparlan (ed.), 1982: 18)
Ajaran
dasar agama, karena merupakan wahyu dari tuhan, bersifat absolut, mutlak benar,
kekeal, tidak berubah dan tidak bisa diubah. Sedangkan penjelasan ahli agama
terhadap ajaran dasar agama. Karena hanya merupakan penjelasan dan hasil
pemikiran, tidak absolut, tidak mutlak benar, dan tidak kekal. Bentuk ajaran
agama yang kedua ini bersifat relatif, nisbi, berubah, dan dapat diubah sesuai
dengan perkembangan zaman. (Harun Nasution dalam Parsudi Suparlan(ed.) 1982: 18)
Para
ilmuan beranggapan bahwa agama juga merupakan objek kajian atau penelitian,
karena agama merupakan bagian dari kehidupan sosial kultural. Jadi, penelitian
agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti wahyu, melainkan meneliti
manusia yang menghayati, meyakini, dan memperoleh pengaruh dari agama. Dengan
kata lain, penelitian agama bukan meneliti kebenaran teologi atau filosofi
tetai bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan dan sistem sosial berdasarka
fakta atau realitas sosio-kultural. Jadi, kata Ahmad Syafi”i Mufid, kita tidak
mempertentangkan antara penelitian agama dengan penelitian sosial terhadap
agama (Ahmad Syafi”i Mufid dalam Affandi Mochtar (ed.), 1996: 34). Dengan
demikian,kedudukan penelitian agama adalah sejajar dengan penelitian-penelitian
lain; yang membedakannya hanyalah objek kajian yang ditelitinya.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian metodologi studi islam dan ruang lingkupnya?
2. Apa saja
pendekatan-pendekatan dalam metodologi studi islam?
III. Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui metodologi studi islam dan ruang lingkupnya
2. Untuk
mengetahui pendekatan-pendekatan dalam metodologi studi islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian metodologi studi islam dan ruang lingkupnya
1. Pengertian
metodologi
Menurut bahasa (etimologi), metode
berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode
adalah suatu ilmu tentang cara atau lanhkah-langkah yang di tempuh dalam suatu
disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara
menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran atau
penelitian.
Menurut istilah (terminologi),
metode adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan, dan penentuan nilai.
Metode biasa digunakan dalam penyelidikan keilmuan. Hugo F. Reading mengatakan
bahwa metode adalah kelogisan penelitan ilmiah, sistem tentang prosedur dan
teknik riset.
Ketika metode digabungkan dengan
kata logos maknanya berubah. Logos berarti “studi tentang” atau “teori tentang”.
Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar kumpulan cara yang sudah
diterima(well received) tetapi berupa berupa kajian tentang metode. Dalam
metodologi dibicarakan kajian tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Pendek kata,
bila dalam metode tidak ada perbedaan, refleksi dan kajian atas cara kerja ilmu
pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka luas untuk mengkaji, mendebat,
dan merefleksi cara kerja suatu ilmu. Maka dari itu, metodologi menjadi menjadi
bagian dari sistematika filsafat, sedangkan metode tidak. [1]
Metodologi adalah ilmu cara- cara
dan langkah- langkah yang tepat ( untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta
menerapkan cara.[2]
Istilah metodologi studi islam
digunakan ketika seorang ingin membahas kajian- kajian seputar ragam metode yang
biasa digunakan dalam studi islam. Sebut saja misalnya kajian atas metode
normative, historis, filosofis, komparatif dan lain sebagainya. Metodologi
studi islam mengenal metode- metode itu sebatas teoritis. Seseorang yang
mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap
mempelajari secara teoritis bukan praktis.
2. Ruang lingkup studi Islam:
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari
segi sisi:
a. Sebagai
doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti
absolute, dan diterima apa adanya.
b. Sebagai
gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya
dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
c. Sebagai
interaksi social, yaitu realitas umat Islam.
Bila islam
dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga
sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas
kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
B.
Pendekatan-pendekatan dalam metodologi studi islam
Dewasa ini kehadiran agama semakin
dituntut agar ikut terlibat secara aktif diberbagai masalah yang dihadapi umat
manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekadar menjadi lambang kesalehan
atau berhenti sekadar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional
menunujukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah. Adapun pendekatan yang dimaksud di sini (bukan
dalam konteks penelitian), namun cara pandang atau paradigma yang terdapat
dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
Diketahui bahwa islam sebagai agama
yang memiliki banyak dimensi, yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal pikiran,
ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah,
perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga, dan masih banyak lagi. Untuk
memahami berbagai dimensi ajaran islam tersebut jelas memerlukan berbagai
pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu. Di dalam Alqur’an yang
merupakan sumber ajaran Islam, misalnya dijumpai ayat- ayat tentang proses
pertumbuhan dan perkembangan anatomi tubuh manusia. Untuk menjelaskan masalah
ini jelas memerlukan dukungan ilmu anatomi tubuh manusia. Selanjutnya untuk
membahas ayat- ayat yang berkenaaan dengan masalah tanaman dan tumbuh- tumbuhan
jelas memerlukan bantuan ilmu pertanian.
Berkenanaan dengan pemikiran diatas,
maka kita perlu mengetahui dengan jelas pendekatan-pendekatan yang dapat
digunakan dalam memahamai agama. Hal ini perlu dilakukan, karena melalui
pendekatan tersebut kehadiran agama secara fugsional dapat dirasakan oleh
penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak
mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan
akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini
tidak boleh terjadi. Untuk lebih jelasnya pendekatan tersebut dapat kita
pelajari sebagai berikut:
a.
Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara
manusia yamng menguasai hidupnya. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud
hidup bersama, cara yang terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan
hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri
kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.
Harus ditegaskan disini bahwa orang
yang pertama kali menggagas sekaligus memperaktikkan sosiologi sebagai sebuah
disiplin ilmu baru yang mandiri adalah ibn khaldun. Namun, sebagian besar
sosiolog memandang kontribusi ibn khaldun begitu kecil dalam sosiologi. Mereka
lebih mengakui karl max dan august comte sebagai seorang yang yang paling berjasa
bagi disiplin ilmu sosiologi.[3]
Pendekatan sosiologis dibedakan dari
pendekatan studi agama lainnya karena fokus perhatiannya pada interaksi antara
agama dan masyarakat. Teori sosiologis tentang watak agama serta kedudukan dan
signifikansinya dalam dunia sosial, mendorong di tetapkannya serangkaian
kategori-kategori sosiologis, meliputi:
1. Stratifikasi
sosial, seperti kelas dan etnisitas
2. Kategori
bisosial, seperti seks, gender perkawinan, keluarga masa kanak-kanak dan usia
3. Pola
organisasi sosial, meliputi politik, produksi ekonomis, sistem-sistem
pertukaran dan birokrasi.
4. Proses
sosial, seperti formasi batas, relasi intergroup, interaksi personal,
penyimpangan, dan globalisasi.[4]
Dalam al-quran terdapat tuntunan yang banyak
membicarakan realitas tertinggi yang menunjukan bahwa ia, secara filosofis,
tidak menerima selainnya. Namun disisi lain (sosiologis), ia juga dengan sangat
toleran menerima kehadiran keyakinan lain (lakum dinukum waliyaddin).[5]
b. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu
ilmu yang membahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu,
objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini,
segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana,
apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut, dan lain
sebagainya.[6]
Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi
yang kongkrit bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan. Dalam
kontek ini Kuntowijaya telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang
dalam hal ini islam menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari
Al-qur’an, ia sampai pada kesimpulan bahwa dasarnya kandungan Al-qur’an itu
menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi
kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Melalui pendekatan sejarah ini
seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empirism dan
mendunia. Dari kedaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau
keselarassan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada dalam
empiris dan historis. Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami
agama, karena Agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan
berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
c.
Pendekatan
Antropologis
Pendekatan ini dapat diartikan
sebagai salah satu upaya dalam memahamai agama dengan cara melihat wujud
praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui
perndekatan ini agama tamapak lebih akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang
dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Dalam berbagai penelitian
antropologi. Agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan
agama dengan kondisi ekonomi dan politik golongan masyarakat yang kurang mampu
pada umumnya lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan yang mesianis,
yang menjanjikan perubahan tatanan sosial masyarakat. Sedangkan golongan orang
yang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah
mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya.
Melalui pendekatan antropologi sosok
agama yang berada pada daratan empiric akan dapat dilihat serat-seratnya dan
latar belakang mengapa ajaran agama tersebut muncul dan dirumuskan. Antropologi
berupaya melihat hubungan antara agama dengan berbagai pranata yang terjadi
dimasyarakat.[7]
Dalam pendekatan ini kita melihat
bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi
suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, jika ingin mengubah pandangan dan sikap
etos kerja seseorang maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan
keagamaan. Selanjutnya melalui pendekatan antropologis ini, kita dapat melihat
agama dalam hubungannya dengan mekanisme pengorganisasian.
Salah satu konsep kunci terpenting
dalam antropologi adalah modern adalah holisme, yakni pandangan bahwa
prakyik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial dilihat
sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedang
diteliti. Para antropologis harus melihat agama dan praktik-praktik pertanian,
kekeluargaan dan politik, magic dan pengobatan (secara bersama-sama maka agama
tidak bisa dilihat sebagai system otonom yang tidak terpengaruh oleh
praktik-praktik sosial lainnya.[8]
d. Pendekatan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah jiwa yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala
perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, perilaku seseorang
yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.
Ilmu jiwa agama sebagaimana yang dikemukakan Zakiah Daradjat, tidak akan
mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang
dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya
dalam perilaku penganutnya.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang
dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat
untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan
uasianya. Dengan ilmu agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk
menanamkannya.
Label “psikologi agama” seolah menunjukan bahwa bidang ini merupakan cabang
psikologi yang concern dengan subjek agama, sejajar dengan psikologi pendidkan,
atau psikologi olahraga, atau psikologi klinis. Akan tetapi kenyataanya,
psikologi agama berada di bagian luar mainstream psikologi.[9]
e. Pendekatan Normatif
Maksud
pendekatan normatif adalah studi islam yang memandang masalah dari sudut
legal-formal dan/ atau normatifnya. Maksud lega-formal adalah hubungannya
dengan halal dan haram, boleh atau tidak, dan sejenisnya. Pendekatan normatif
mempunyai cakupan yang sangat luas. Sebab seluruh pendekatan yang digunakan
oleh ahli usul fikih (usuliyin), ahli hukum islam (fuqaha), ahli tafsir
(mufasirin), dan ahli hadis (muhaddithin) yang berusaha menggali aspek legal-formal
dan ajaran islam dari sumbernya adalah termasuk pendekatan normatif.
Ada beberapa teori popular yang
dapat digunakan dengan pendekatan normatif, disamping teori-teori yang
digunakan oleh para fuqaha, usuliyin, muhaddithin, dan mufassirin, diantaranya
adalah teori-filosofis, yaitu
pendekatan memahami al Qur’an dengan cara menginterpretasikannya secara
logis-filosofi.
Teori lain adalah normatif-sosiologi
atau sosio-teologis, seperti yang ditawarkan Asghar Ali Engerineer dan Tahir
al-Haddad, yakni dalam memahami nash (al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW)
ada pemisahan antara nash normatif dengan nash sosiologis. Nash normatif adalah
nash yang tidak tergantung pada konteks. Sementara nash sosiologis adalah nash
yang pemahamannya harus disesuaikan dengan konteks; waktu, tempat, dan konteks
lainnya.[10]
BAB III
KESIMPULAN
Metodologi studi islam adalah ilmu
tentang cara dan langkah-langkah yang tepat untuk memahami agama islam sebagai
doktrin dari tuhan, sebagai gejala budaya, dan sebagai interaksi sosial.
Metodologi studi islam adalah
memahami islam bukan hanya sebagai lambang kesolehan, tetapi agama islam yang
mampu memahami dan menyelesaikan masalah-masalah sosial, ekonomi, politik yang
terjadi di masyarakat atau di suatu negara.
Metodologi studi islam juga mampu
memberikan gambaran dan penjelasan tentang terjadinya asal muasal hukum-hukum
tuhan. Artinya bahwa agama islam itu turun dalam situasi yang konkrit bahkan
berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA
Fanani , Muhyar.2008.
Metode Studi Islam, aplikasi sosiologi pengetahuan sebagai cara pandang,Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Partanto, Pios A M.
dahlan al barry.1994. Kamus Ilmiyah Populer, Surabaya : penerbit arkola.
Conolly , Peter.2002,
Aneka pendekatan studi agama, Yogyakarta: Lkis.
Atang, abd.hakim
& Jaih Mubarok. 2009. Metode studi islam. Bandung: remaja
rosdakarya.
Kimia,tadris.2010. Metodologi Studi Islam
2008. Semarang : takimia production.
Nata, abbudin.2004,
metode studi islam, Jakarta: Raja grafindo persada.
Nasution, Khoirudin. 2012, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: ACAdiMIA+TAZZAFA.
[1] Muhyar Fanani, Metode Studi Islam, aplikasi
sosiologi pengetahuan sebagai cara pandang,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008) hlm.ix.
[2] Pios A
partanto M. dahlan al barry, Kamus Ilmiyah Populer, (Surabaya : penerbit
arkola, 1994)hlm.462
[10] Khoiruddin Nasution,
pengantar studi islam, (Yogyakarta: ACAdiMIA+TAZZAFA.2012). hlm 189
Komentar
Posting Komentar