Langsung ke konten utama

RESUME BUKU Jihat Ilmiah Dua “Dari Harvard ke Yale dan Princeton”






BAB I : Memperkenalkan Pancasila Sebagai Kalimat Sawa’ di Harvard Law School (HLS)
A
            Sepulang dari mempresentasikan “The Problem of the Geo Opistemological Problem in the Arab Renaissance” di Middle East Studies Association atau MESA (Washington,2002) , saya langsung konsentrasi menulis “Quranic Worldview: Areconstruction of the RePenilitian ader’s Role”. Bab 1 penelitian saya di HLS,yang berjudul “Tthe Problems of Psychologism in Quranic Legal Hermeneutics”.
1
            Dialog antar agama merupakan bagian integral Islam,yang semakin penting setelah Tragedi 11 september. Namun kajian bidang umum ini hanya bersifat historis ketimbang teoritis dan hanya mengemukakan nilai-nilai bersama. Disini saya membahas dialog antar agama dari kacamata hukum islam, dengan penerapan Averroisme sebagai metode dan bertumpu pada prinsip-prinsip epistimologi Ibn Rusyd dalam “trilogy metodis”-nya yaitu Manahij-ul-Adillah fi Aqaid Ahl-il-Millah(Metode Kaum Teolog),Fasl-ul-Maqal fi Ma bain-al-Hikmah wa-s-Syari’ah min-al-Ittisal(Titik Temu Agama dan Filsafat) dan Bidayat-ul-Mujtahid(Awal Mujtahid). Metode ini membandingkan tiga emikir Islam kontenporer: Hanafi,al-Jabiri dan Cak Nur.
 Untuk itu pertama-tama saya akan mentransfer diskusi teologis(kalam) komparatif Manahij ke dalam focus kajian saya. Kedua, saya akan menggunakan pendekatan fikih Fasl-ul-Maqal guna memecahkan hubungan filsafah dan agama.
2
Cak Nur pada tingkat hablumminannas (relasi sosial politik). Merujuk kepada contoh Republik Indonesia yang mengakui Islam, Protestan, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu sebagai agama. Al-Jabiri seperti halnya Cak Nur, menafsirkan kalimat sawa’ dalam konteknya sendiri. Al-Quran bagi al-jabiri, mulai dengan menganggap orang-orang Kristen bukan sebagai “orang lain” tetapi sebagai banyak “orang lain” yang di akui Al-Quran sebagai orang-orang saleh yang kesemuanya, seperti halnya umat Islam, sama di hadapan Allah. Hanafi demikian pula menerapkan sawa’ untuk menghilangkan kesalahpahaman antara Kiri islamnya dengan apa yang dia sebut “Saudara se-Tuhan” dan “Saudara se-Bangsa”. “Saudara se-Tuhan” pada umumnya adalah anggota Al-Ikhwan al-Muslimun, sedangkan “Saudara se-Bangsa” adalah kaum Marxis,Nassseris dan Liberal.

3
Lebih lanjut, Cak Nur meminta umat Islam untuk menjadikan Pancasila sebagai titik temu atau landasan bersama Muslim ataupun NonMuslim. Cak Nur menegaskan bahwa sila pertama yaitu merupakan Tauhid (Tiada Tuhan selain Allah). Hanafi mengatakan bahwa antara Kiri Islam dan Maxis Mesir dipersatukan oleh tanah air mereka yaitu Mesir. Hanafi menyebut kaum Liberal sebagai “Saudara Dalam Kebebasan” karena Kiri Islam dan Kaum Liberal memiliki tujuan yang sama dalam membela kaum tertindas sekaligus menyebarkan kebebasan, demokrasi dan keadilan sosial dalam islam yaitu renaissans Islam.
4
Alasan menjadikan pancasila sebagai kalimat sawa’ bagi umat Islam Indonesia, dalam jawaban Cak Nur kepada umat Islam Indonesia yang mengkritiknya –khususnya mereka yang menggunakan ayat(Q. 5:44-45) adalah bahwa Pancasila merupakan manifestasi politik ajaran Al-Quran tentang musyawarah dalam konteks Indonesia. Hanafi juga sejalan dengan Cak Nur dan Al-Jabiri dalam usahanya menerapkan konsep siyasah dan syar’iyah untuk memecahkan problem hubungan Islam dan nasionalisme dalam negara mereka masing-masing pada tingkat horizontal kemanusiaan, persis seperti yang dilakukan Nabi Muhammad dengan orang Yahudi dan Kristen dalam kontrak sosial politik yang kemudian dikenal sebagai Piagam Madinah.
5
Sila pertama tidak menghadapkan kepada umat Islam Indonesia dalam kaitannya dengan umat Kristen dan Katholik karena mereka adalah ahli kitab. Namun tidak seperti halnya Yahudi dan Kristen, agama-agama non-Ibrahim(Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu) menghadapkan persoalan teologis kepada umat Islam Indonesia. Dalam AlQur’an kata Cak Nur, Allah hanya menceritakan sebagian,bukan keseluruhan, kisah nabi-nabiNya(Q.40:78)
Sebaliknya, al-Jabiri menegaskan Islam sebagai satu-satunya agama di mata Allah, tetapi mengakui bahwa pengetahuan merupakan hak asasi dalam pengertuan Allah tidak menghukum orang-orang yang belum kedatangan risalah Allah.
6
Dapat disimpulkan bahwa melakukan dialog keagamaan berarti pula melakukan dialog peradaban. Wajib hukumnya melakukan dialog antaragama demi keselamatan, keselamatan dan keamanan umat manusia. Tanpa dialog kehidupan akan rusak.
B
Setelah direvisi seperlunya makalah ini saya kirim ke sebuah jurnal di Amerika. Editor jurnal menyatakan melalui Email akan membaca dan mengirimnya ke readers. Tetapi setelah lama menunggu informasi yang dijanjikanpun tak kunjung datang, tiba-tiba setelah hampir dua tahun berlalu editornya meminta untuk mengirimkan file kembali lalu empat bulan kemudian saya diminta merevisi tetapi informasi yang diberikan kurang jelas hingga saya memutuskan untuk tidak menanggapi email tersebut.
Di awal musim gugur (fall season), beberapa bulan kemudian memasuki masa santai resensi saya terbit di Georgetown University. Namun demikian, ada kabar baik bahwa Gus Dur akan datang menghadiri undangan wisuda Mbak Yenny di Harvard, Gus Dur pun diminta HLS untuk memberikan ceramah. Setelah presentasi, saya diajak Gus Dur kerumah John Kenneth Galbraith tetapi si sohibul hajat terlihat sibuk menerima tamu. Selama di Boston Gus Dur sempat berkunjung ke apartemen saya.
C
Pada tahun 2011, makalah yang berjudul Interfaith Dialog from the Perrective of Islamic Law(Fikih Dialog Antaragama) saya terbitkan dalam dua bahasa dan menjadikan salah satu buku rujukan utama mata kuliyah baru di DHI UII(Doktor Hukum Islam Universitas Islam Indonesia) sejak tahun 2011. Di sisi lain saya tidak sempat posdok di LC. Seharusnya, sejak september 2004 saya di janjikan berangkat ke aWashington,DC. Ternyata setelah menyelesaikan studi tahun ke 2 saya di angkat menjadi profesor Islamic Studies di Comparative Deartement, Tufts University.

BAB 2 : Peringatan Dua Tahun Tragedi 11 September di Harvard’s KSG (Kennedy School of Government)
A
            Musim panas 2013 sebenarnya masa “istirahat” bagi saya setelah menulis “The Problem of the Geo Epistimological Break in the Arab Renaissance”, “Quranic Worldview: A Recontrructuction of the Reader’s Role”. Book review Mona Abaza’s Debate on Islam and Knoeledge: Shifting Worlds” dan “Interfaith Dialogue from the Perpective of Islamic Law”
            Di sisi lain saya di undang untuk presentasi “What is Islam? Di London Inggris. Setelah full concentration saya bersantai memancing di Sungai Charles sambil meminta E.J. BrillAcademic Publishers untuk menunda dan saya akan memngirimkan revisi tahun depan.
1
            Islam adalah proses menuju salam atau salamah,yang berarti keselamtan dan kedamaian, sedangkan iman adalah roses menuju keamanan. Jadi, islam dan iman adalah proses menuju keamanan,keselamatan dan kedamain. Caranya dengan tauhid yaitu mengintegrasikan kehendak Tuhan dalam kitab suci (al-ayat alnasiyyah) alam (alayat al-kauniyyah) dan manusia (alayat al-insaniyyah)a.Tauhid berarti harmoni dengan Tuhan.
2
            Tujuan ini yaitu peace, safety dan security tidak dapat di capai tanpa kerjasama (taawun) dan meritokrasi (“ketakwaan”). Untuk itu Al-Quran mengajarkan kesatuan peradaban yang di bentuk melalui kesatuan teologis (tuhan wahyu dan rasul) dan kesatuan sejarah atau manusia.
3
 Pendekatan teologis yang menjadi landasan ini di buktikan di lapangan. Ketika umat Islam di tindas oleh kaum kafir mekkah, Rasulullah memerintahkan agar sahabat- sahabatnya hijrah ke Habasyah (Etiopia), sebuah negara Kristen.
4
            Dimedan lain, Romawi sebagai Imperium Kristen sedang mengalami kesulitan. Moralitas pejabat dan pasukan kekaisaran sedang down karena kalah melawan Imerium Persia. Di masa ketidak jelasan Romawi itu Rasullah dating dan menubatkan bahwa Rum akan berhasil mengalahkan Persia beberapa tahun lagi dan berita gaib inipun terbukti padatahun kedelapan hingga membuat Persia bertekuk lutut kepada Romawi.
B
            Forum tanya jawab memanas hingga penanya menuding Israel sebagai biang keladi permusuhan Amerika Serikat vs Dunia Islam. Saya sendiri sudah untuk tidak melibatkan pembicaraan konflik antara Israel-Palestina, sehingga terjadi keributan.

BAB 3 : Dari Harvard ke Rockeffeler Center: Teroris indonesia 210Juta?
A
            Baru saja saya bernafas lega,tiba-tiba prof. Uner A. Turgay menelfondan meminta saya untuk menjadi pembicara di Kanada yang disponsori oleh Kementrian Perdagangan dan Luar Negeri. Lalu saya menjawab “oke dan menanyakan apa yang akan saya bicarakan?” , lalu prof. Turgay pun menjawab “jelaskan tentang peran alumni McGill di indonesia”, sayapun menerima meski waktunya sangat mepet sekali. Sebelum berangkat ke Konsulat Jendral Kanada(KJK) di New York saya meminta visa Kanada dan memantapkan pembicaraan dengan HLS. Karena visa akan jadi setelah pukul 13.00 sayapun menuju ke Restauran terdekat sambil membeli kopi, disela-sela minum kopi ,tiba-tiba ada seorang pemuda yang bernama Carlos lalu terjadilah dialog panjang:
1
            Saya berkenalan dengan Carlos lalu diapun bertanya tentang Islam dan Muslim di Indonesia.
2
            Kemudian sayapun menjelaskan tentang Islam dan Muslim yang yang sebenarnya dan secara detail.
3
            Lalu Carlospun bertanya tentang Tuhan, Sayapun menjelaskan juga tentang Tuhan yang saya percayai dan yang di percayainya juga sampai menyampaikan tentang agama-agama yang lain juga.
4
            Setelah lama berdialog Carlospun mengatakan alasan bahwa dia sangat jengkel kepada orang Muslim karena tragedi 11 september yang mana gara-gara orang muslim Amerika Serikat memperketat imigrasi dan Visapun terkena dampaknya, hingga membuat berbelit-belit jika mengurusnya. Sayapun berminta maaf kepada Carlos atas tindakan orang Muslim tersebut dan Carlospun memberikan kartu namanya kepada saya.
           
5
            Carlospun terlihat malu. Ia pun pamit. Dialog semacam ini mengingatkan saya sewaktu saya berada dipenerbangan sepulang dari pusara ibukota Balikpapan(16 april 2002)
6
            Setelah saya mendapatkan Visa sayapun berangkat menuju KJRI. Agar saya lebih mudah menyampaikan ceramah tempat duduk sayapun bersebelahan dengan Menkopolkam SBY dan Menlu Hasan Wirayuda. Setelah saya berbincang-be=incang dengan SBY sayapun tahu bahwa sebenarnya belia juga alumni Tremas.
B
            Setelah saya tahu bahwa SBY berasal dari Tremas sayapun mulai memahami sejarah Pondok Tremas yang berdiri pada tahun 1830 di kawasan pegunungan seribu setelah terjadi perang Diponegoro yang menjadi kemerdekaan untuk mengusir Belanda di tanah jawa dan Pondok Tremaspun berdiri setelah Diponegoro di tangkap oleh tentara Belanda. Sepulang dari Kanada sayapun mendirikan Pesantren Nawesea yang bertujuan untuk agar pesantren mengenal pendidikan Nasional dan Internasional.

BAB 4 : Dari Harvard ke McGill: Mancing Ikan kok Dapat Singa?      
A
            Dari KJRI New York saya harus kembali ke Harvard, seperti terkisahkan dalam bab tiga, tanpa hasil.
1
            Sebagai pembicara terakhir sayapun tak perlu membahas begitu banyak karena sudah di sampaikan oleh pembicara sebelumnya sayapun hanya mengulang sedikit tentang hubungan Islam dan Barat dan sayapun menjelaskan berdasarkan Al-Qur’an.
2
            Secara struktular sejumlah nama yang disebutkan ada yang menjadi Sekjen Depag RI seperti Faisal Ismail Ph.D. ,damn ada juga yang menjadi Pembantu Rektor (PR) I setelah menjabat Direktur Pascasarjana IAIN yg sejak 2004 menjadi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan masih ada banyak lagi yang menjadi PR I di Universitas lain seperti di UIN Semarang dan UIN Sunan Ampel Surabaya.
3
Secara akademik dosen-dosen alumni PTAIN alumni McGill bisa di bilang sangat luar biasa seperti Makalah Sahiron yang berhasil menembus edisi pertama di Edinburg University Press. Bahkan ada yang lebih menarik bahwa ada salah satu makalah yang di termjemahkan kedalam dua bahasa sekaligus dikutip oleh profesor terkenal di University Kanada.
4
            Jadi, jelas sekali bahwa alumni Islamic Studies bukan saja hanya dapat di terima di Indonesia saja melainkan juga di dunia Internasional juga. Untuk itu saya menghimbau kepada Kanada agar terus menyediakan beasiswa untuk dosen-dosen PTAIN agar dapat melanjutkan studiesnya dan tampil menjadi sebagai pemikir internasional. Secara hubunganpun Kanada dan Indonesia tentunya akan semakin harmonis apabila mereka kuliyah di McGill Kanada , apalagi Kanada tidak pernah menjajah Dunia Islam.

B
            Saya kebagian diruang yang sangat besar sebagai pembicara terakhir, di panggung inilah saya presentasi dan tentu saja saya tidak menyebutkan bahwa posisi saya di Harvard sudah diperpanjang. Setelah turun dari panggung presentasi saya mendapat ucapan selamat dari prof. Hori dari McGill kemudian saya berencana pulang ke Indonesia menunggu setelah Zala selesai tamat SMP karna saya ingin mendirikan pesantren bahasa inggris dan berharap Zala membantu saya, selesai berbincang-bincang dengan profesor-profesor saya kemudian bergegas menuju jamuan perpisahan.




BAB 5 : “Tawaf” di Harvard Law School
A
            Sepulang dari McGill saya tertuju pada tiga undangan yang pertama HLS meminta saya menyajikan makalah “Is Islamic Law Secular? A Critical study of Hasan Hanafi’s Legal Philosophy”. Kedua,saya diminta untuk menulis “Hassan Habafi on Salafism and Secularism”. Ketiga, saya diminta menulis entri “Qur’an”.
1
Pendahuluan
            Hasan Hanafi(lahir 1935) saat ini menjadi filsafat dari Cairo University, di Paris, Henri Laoust memperteguh semangatnya untuk mempelajari dasar umum empat mazhab sunni. Namun demikian Hanafi merasa terombang-ambing anatara henri yang menyarankan untuk mengkajipenafsiran esoterik syiah dan Louis Massignon yang menasehati agar tidak berspesialisasi disiplin atas landasan ini.
            Meskipun begitu Massignon membantu Hanafi menemukan kembali kemaslahatan umum dalam Ilmu Filsafat Hukum Islam, ketika kembali ke Mesir Hanafi memulai proyek tiga dimensinya yaitu “Tradisi dan Reformasi”, “Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat”, Sikap Kita Terhadap Realitas”. Teori ini dikembangkan melalui keluasan bacaan, pengalaman, dalam mengajar di lingkungan yang berbeda. Salah satu peran Hanafi yang paling kontemporer ialah posisinya sebagai “reformasi jembatan”. 
2
Masalah Pendefinisian
            Berkaitan dengan masalah perjumpaan Islam dengan ideologi modern, Hanafi berpendapat bahwa Islam merupakan agama pertama yang mengajarkan persamaan di antara umat manusia. Selain itu Islam seperti Sekularisme menempatkan manusia pada posisi terhormat, Islam juga sesuai dengan visi Sekuleris tentang Masyarakat suatu cita-cita yang di capai orang Barat dengan cara berperang melawan Gereja untuk tunduk pada kepentingan kolektif. Pendapat terakhir ini tentang kemajuan menurut Hanafi adalah tentang inti dari wahyu, jadi wahyu telah memberi kontribusi bagi kemajuan manusia dan berjuang melawan ketidak adilan, tirani dan pemaksaan
           
3
Sekuleritas Hukum Islam
            Hanafi menegaskan sekuleritas hukum Islam untuk memisahkan “gereja” dan negara lagi-lagi dalam nalar Eropa, Gugatan Hanafi mengenai ungkapan Eropa bahwa dia sebut ulama menjadi pro penguasa seperti al-Ghazali bahwa teori hukumnya mengandung teori penghambat, yaitu, Pertama, mereka menganggap sebagai tujuan bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan akhir. Kedua, mereka menolak penalaran hukum karna percaya bahwa teks adalah ekspresi kehendak Allah. Ketiga, mereka menyimpulkan bahwa Sunnah telah tercakup kedalam Al-Quran dan konsensus tercakup dalam sunnah.
Keempat, mereka melarang ijtihat dan mengutuk yang didasarkan pada kepentingan public. Kelima, mereka mempromosikan prosedur resmi sehingga penguasa semakin kuat. Keenam, mereka mendahulukan makna eksoterik atas makna esoterik. Menurut Hanafi tujuannya adalah untuk membela hak asasi manusia bukan hak Tuhan, Jadi Hanafi tidak seperti pro-penguasa yang memprioritaskan kepentingan umum atas teks.
4
Tantangan Bagi Filsafat Hukum
Anti-kemapanan
5
Merinci Konsep Umum Hanafi
6
Menjadikan Maqashid Syariah  sebagai Metode Dialog Peradaban
B
            Kolega saya di ILSP memberikan dukungan penuh serta ikut berperan aktif dalam menghidupkan diskusi, setelah presentasi saya meluangkan waktu seminggu untuk merangkum dan merevisi bahan–bahan presentasi yang saya gunakan utntuk membuat makalah.
BAB 6 : Dari Harvard Ke Yale : Menimbang Peran Agama Dalam Pemilu 2004 (Sebagai Cermin 2014)
A
Saya akan berbicara tentang posisi agama dalam pemilu 2004, suatu tema yang saya kaitkan dngan keahlian saya sebagai dosen PTAIN. Presentasi kali ini, bagi saya,  sangat istimewa karena saya mendapat kesempatan untuk menjadi pembicara tunggal di Yale. Di samping itu, presentasi ini bertepatan dengan ulang tahun ke-14 pernikahan saya. Saya, Han dan Zala pun merayakan dengan naik mobil ke Yale.
1
            Di sini pak Yudian, menjelaskan mengenai pemilu pada masa orde lama dan orde baru. Khususnya menjelaskan pemilu 2004 merupakan “revolusi konstitusional” di Indonesia tidak seperti 6 pemilu sebelumnya.
2
Di sini pak Yudian, menjelaskan bahwa legitimasi Habibie dipertanyakan karena kedekatannya dengan orde baru, sehingga mendapat perlawanan dari kaum Reformis sebagai lawan utama Soeharto. Habibi dinyatakan sebagai pemerintahan transisi yang merugikan bangsa di mata dunia Internasional dan akhirnya mengambill langkah legendaris membuka kran baru demokrasi karena adanya berbagai desakan.
3
            Sebagai “revolusi konstitusional” pemilu 2004 akan menjadikan Indonesia negara paling demokratis dibandingkan AS sekalipun. Indonesia menjunjung tinggi popular vote tidak seperti AS yang menganggap rendah suara rakyat.
4
Disini muncul pertanyaan partai Islam manakah yang akan memenangkan pemilu? Yang jadi tolak ukur bukan partainya tapi dari kenal atau tidak kenal capresnya. Dalam pemilu kali ini media menjadi ajang sosialisasi yang akan menunjang keberhasilan pemilu.
B
Disini menjawab pertanyaan siapa pemenang pemilu 2004. Ternyata pemenangnya bukan dari parta islam mana, namun dari organisasi mana yakni NU yang akhirnya menang. Kemudian pada pemilu 2009  yang menang adalah Jenderal tetapi kyai (NU) menghilang.
BAB 7 : Dari Harvard ke Princeton: Dialektika Cak Nur vs Ibnu Taimiah?
A
Ketika abstrak saya “Ibn Taymiyyah’s Legacy in Indonesia” terpilih untuk dipresentasikan dalam “Conference on Ibn Taymiyahh and His Times”, saya merasakan tambahan kebahagiaan ilmiah. Dalam call for papers “tayangan” Princeton ini, abstrak saya, tentu saja, mengungguli banyak abstrak lain.
Presentasi kali ini, unilknya lagi, diawali dan diakhiri dengan saya menjadi pembahas dua seminar Harvard. Dalam “Conference on Ibn Taymiyyah and His Times” ini, saya menceritakan dialektika cara pemikir Indonesia membaca karya-karya Ibnu Taimiah sesuai dengan perkembangna pemahaman mereka, khususnya sebagai hasil dari perbedaan tingkat pendidikan: dari kaum otodidak hingga kaum doktor. Saya pun membedah disertasi Cak Nur: “Ibn Taimiyyah on Falsafa and Kalam”.
1
Posisi Ibnu Taimiah (1263-1328) dapat dikatakan sebagai titik tengah antara Ibnu Hanbal (780-855) dan Ibnu Abdul wahab (1703-1792) dalam siklus lima abad “Kebangkitan Arab” sebagai “pinggiran” Dunia Islam. Ibnu Hanbal, dilihat dari perspektif crisis hypothesis, bangkit dalam rangka merespon keterpinggiran elit Arab dalam politik daulah Abbasiah.
2
Disini dijelaskan bahwa dengan adanya Baitul Hikmah yang konsentrasi menerjemahkan buku-buku experimental sciences, sehingga seabad kemudian lahir filsuf-filsuf kelas dunia seperti Al-Kindi, Al-Farabi dan Ibnu Sina. Menurut sejarah, Al_Kindi adalah filsuf Islam pertama. Ketika al-Kindi dilahirkan di Kufah (800 M), kota ini bernama B asrah, merupakan pusat pendidikan Islam.
3
Al-Kindi gagal membangkitkan etnis arab bdan Ideologi Sunninya, sehingga ia dinyatakan satu-satunya filsuf Arab Islam. Setelah Al-Kindi , lahir sejumlah filsuf Islam non-Arab dan non-Sunni seperti Al-Farabi, seorang syii dari Turki.
4
            Al-Farabi menyempatkan diri “meledek” kaum Sunni, bahkan “membikin pusing dunia”. Tidak tanggung-tanggung, pemimpin puncak Dunia Islam, kata Al-Farabi, haruslah nabi dan filsuf sekaligus. Dunia dibikin pusing! Bukankah nabi merupakan manusia paling ideal? Mengapa harus ditambah dengan filsuf? Bukankah nabi pasti filsuf, sedangkan filsuf belum pasti nabi?
Sangat mungkin Al-Farabi, sebagai seoranag filsuf ideolog Syiah, ingin mengatakan bahwa kepemimpinan Duia Islam harus diserahkan kepada kaum Syiah karena mereka lebih memenuhi syarat dibandingkan kaum Sunni.
5
            Implikasi politik kaum “filsuf” menurut teori kepala negara versi Al-Farabi ialah kaum yang kemampuannya melampui “nabi” dalam bidang sains dan teknologi, namun implikasi itu dipersiapkan untuk memperkuat Daulah Fatimiah dan pada tahun 969 berhasil merebut Kairo dan mendirikan Al-Azhar setahun kemudian.
6
            Untuk semakin mendelegitimasi elit penguasa Tartar, Ibnu Taimiah menyerukan “Kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis” karena Islam itu Arab: nabinya dari Arab, kitab sucinya berbahasa Arab dan tanah sucinya di Arab (Mekkah dan Madinah). Di sisi lain, kaum Tartar beserta sekutunya dari kalangan Ajam hanyalah merampas kekuasaan.
7
            Lima abad kemudian, Ibnu Abdul Wahab dihadapkan pada krisis yang jauh lebih berat. Ibukota Dunia Islam indah dari Kairo ke Istanbul. Implikasi politik dari slogan “Kembali kepada AlQur’an dan Hadis” yang didengung-dengungkan Ibnu Abdul Wahab paralel dengan versi Ibnu Taimiah karena memang dari situ, bahkan diiertajam ke dalam: untuk menghantam umat islam sendiri.
8
            Sebagai impilikasi slogan ini. Ibnu Abdul Wahab menuntut agar orang-orang Turki menyeraahkan mahkota khilafah kepada orang Arab karena Turki adalah Ajam, padahal “hanya orang Arablah yang bisa mengembalikan Islam kepada ajaran-ajarannya yang murni”.
9
Namun demikian, gerakan “kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis” di Nusantara, khususnya yang kemudian menjadi wilayah Republik Indonesia, mengalami “tikungan rujukan”. Kaum propagandis puritan ini, anehnya, justru merujuk pada karya-karya Ibnu Taimiah dan, kadangkala Ibnu Qayyim al-Jauzi, bukan karya Ibnu Abdul Whab maupun Ibnu Hanbal.
10
            Namun demikian, terjadi perubahan “cara membaca” karya-karya Ibnu Taimiah sejak piaruh kedua dekade 1980-an dengan kepoulangan Cak Nur dari AS. Cak Nur tidak seperti pengagum-pengagum awal Ibnu Taimiah, memasuki problem kalam dari pintu yang berbeda.  Salah satu cara Cak Nur untuk “mencerahkan” pemikiran pendukung Ibnu Taimiah adalah dengan menampilkan pemikiran “idola” mereka yang terlupakan atau tidak terbaca sebelumnya.
11
Disini Cak Nur menjelaskan pengertian Islam dengan mengutip pendapat Ibnu Taimiah yang membagi Islam menjadi dua konsep yakni Islam Umum dan Islam Khusus.
12
            Dalam rangka menuju ke pusat Kekuasaan, Cak Nur yang belum pernah menduduki jabatan politik setingkat menteri, mencoba menyentuh jantung Orde baru. Ia pun masuk melalui salah satu pintu utama NKRI kemajemukan. Namun demikian, saking semangatnya mengedepankan Islam umum, ia sampai ekstrim: merubah Islam dari tunduk menjadi pasrah.
13
Disini Pak Yudian menjelaskan dan meluruskan makna La Ilaaha Illalla yang telah diterjemahkan oleh Cak Nur ke dalam arti yang berbeda bahkan meresahkan masyarakat muslim karena menimbulkan pemahaman yang berbeda.
14
            Disini Pak Yudian menjelaskan bahwa pendapat Cak Nur mengikuti aliran Jabariyyah dan akan sangat fatal jika diikuti secara harfiah.
15
Disini Pak Yudian menjelaskan cara yang harus ditempuh manusia untuk menempuh proses dengan benar sebagai manusia yang bertauhid.
16
Disini Pak Yudian mengajarkan untuk mengambil pelajaran dari La Ilaha Illallah dengan memaknainya menjadi menjadi motivasi bagi muslim untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat melalui pendidikan dengan menjadikannya sebgai sebuah trilogi syahadat. Bukan menyimpang dari arti sesungguhnya namun untuk memberikan motivasi dari Lafal tersebut sehingga manusia menjadi Abdullah yang benar-benar mengenal Allah dengan mendongkrak semangat tauhidiah melalui syahadat.
17
Trilogi syahadat dapat dikembangkan sehingga dapat memecahkan problem apapun yang dapat dijangkau oleh al-asma’ al-husna.
18
Disini Pak Yudian menjelaskan bagaimana caranya agar trilogi ini terbukti melalui pengamalan ajaran alQur’an.
B
            Setelah konferensi kami diundang makan malam di rumah Prof. Michael Cook. Kekaraban ini, rupanya untuk merayakan ulang tahun Cook. Sekembali ke Harvard dari Princeton, saya mendapat 2 (dua) kebahagiaan baru. Pertama, saya diterima menjadi profesor Islamic Studies di Department of Comperative Religion, Tufts University, Medford, Boston.



BAB 8 : Dari Harvard ke Tuft: Memahami Hikmah Balik Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki
A
           
1
            Kalau saja Amerika tidak menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki mungkin Indonesia tidak akan merdeka dari Jepang sebab Belanda menjajah Indonesia tiga setengah abad dan menyerah yang menggempur dengan peralatan yang canggih baik angkatan darat,laut  maupun udara. Namun demikian, jepang membalas bom Pearl Harbor dari Amerika pada 7 Desember 1941 waktu Amerika tetapi sudah 8 Desember 1941 waktu Jepang sehingga menyeret Amerika ke dalam Perang Dunia ke Dua.
2
            Yanmoto sang pemimpin kapal induk pengangkut pasukan pesawat tempur jepang ternyata sudah merisaukan tentang pengeboman Pearl Harbor, tenyata benar pengeboman ini membangkitkan semangat Amerika dan setelah adu kekuatan darat Sekutu menjatuhkan bom atom tepat di Hiroshima dan Nagasaki dan tiga hari kemudian Jepang meyerah kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus.
3
            Bom atom memang memusnahkan. Kita, sebagai bangsa Indonesia tentunya juga tidak menyukai tentang pengeboman karena banyak memakan korban. Namun demikia, tragedi itu justru memberikan peluang kepada kita untuk memproklamasikan kemerdekaan.
B
            Disini pepatah “gajah bertarung pelanduk mati di tengah” tidak berlaku. Yang terjadi justru “gajah  bertarung pelanduk terbebas dari himpitan”. Amerika menjatuhkan bom atom bukan untuk kemerdekaan Indonesia melaikankan untuk menang dari Jepang. Disini terletak jasa yang besar “pemuda radikal” yang menculik Soekarno-Hatta agar memproklamasikan kemerdekan Indonesia. Kini kita patut berterimkasih kepada pejuang-pejuang kita. Kuliyah umum yang saya persiapkan untuk mengajar dikampus lain, ini mendapatkan perhatian seperlunya.





BAB 9 : Dari Tuft ke Cambridge City Hall: Menggalang Bantuan Untuk korban Tsunami
A
            Alhamdulillah setelah saya selesai membaca makalah dan jawaban take home exam matakuliyah “Islam and Modernity”di Tufts pada musim gugur 2004 tiba-tiba konsentrasi saya buyar larut bersama berita dunia, setelah saya mendengar bahwa Aceh dilanda tsunami persis sehari setelah Chrismas. Telponpun saya berdering,teman saya di Bostonpun bergantian menelpon saya untuk mengajak saya untuk menyusun gerakan relawan. Pertama kami mengadakan pengajian doa di lingkungan umat Islam, Kedua saya mengadakan pertemuan pernias untuk meminta bantuan dan menyelenggarakan Candlelight. Setelah setelah acara mendapat arahan dan acarapun di buka langsung oleh Walikota Cambridge Michael A. Sullivan.
1
            Pidato didepan balaikota Cambridge saya buka dengan bacaan Basmallah juga Salam, kemudian saya berterimakasih terhadap semua pihak khususnya Walikota yang telah memprakarsai penyelenggaraan Candlelight dalam rangka mencarikan bantuan Bagi korban tsunami Aceh
2
Tsunami merupakan bencana yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan di Aceh. Namun tragedi ini tidak bisa di tarik kembali. Yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa bersama, disini di Amerika Acehpun terpindah dari pinggiran indonesia menuju ousat dunia. Sekarang dan perhatian tertuju kepada Aceh.
3
            Hikmah dari bencana alam ini adalah merupakan salah satu cara Allah menyempurnakan Alam. Sesuai dengan apa yang ia kehendaki ketentuan dan takdirNya yaitu hukum kepasangan yang mengatakan tidak ada kebaikan tanpa keburukan.
4
            Perlu ditambahkan disini sebelum sekeluarga kembali ke Indonesia 25 Agustus 2005 saya di undang di Bazar di Masjid Roxbury untuk memberikan sambutan. Pasar murah ini di selenggarakan dalam rangka menyambut Bulan Suci Ramadhan.
B
Malam penggalan bantuan ini mendapat liputan lumayan di berbagi belahan dunia. Hingga bantuan dari berbagi dunia datang membawa bantuan kepada Aceh. Namun Hikmah dari peristiwa tersebut sekarang Aceh menjadi salah satu tujuan wisata dari berbagi daerah hingga penjuru dunia untuk berkunjung ke Museum Tsunami serta berkunjung ke tempat yang terkena Tsunami secara langsung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“PENGELOMPOKAN KEILMUAN ISLAM DALAM BURHANI, IRFANI, DAN BAYANI”

BAB I PENDAHULUAN 1.1   LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci yang paling mendasar dari kemajuan yang diraih umat manusia, tentunya tidak datang begitu saja tanpa ada sebuah dinamika atau pengembangan ilmiah. Proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itulah dikenal dengan istilah epistemologis. Lebih lanjut Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa Epistemologi membicarakan sumber ilmu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan. [1] Metode ilmiah yang dikembangkan oleh para pemikir muslim berbeda secara signifikan dengan metode yang dikembangkan oleh para pemikir barat. Sebab, seperti pernah dikatakan Ziaudin Sardar, sementara para ilmuanbarat menggunakan hanya satu macam metode ilmiah, yaitu metode observasoi, para pemikir muslim menggunakan tiga macam metode sesuai dengan tingkat atau hiererki objek-objeknya, yaitu (1) Bayani atau observasi, (2) Burhani atau Logis, (3) Irfani atau intuitif, yang masing-masing bersumber

Kepercayaan Urang Banjar di Kalimantan Selatan

1.       SEJARAH SUKU BANJAR Mengingat persamaan yang besar sekali antara bahasa yang dikembangkan suku Banjar dengan bahasa Melayu, yang dikembangkan oleh suku-suku di Sumatera dan sekitarnya, dapat diduga mungkin sekali nenek moyang suku Banjar berintikan pecahan suku Melayu, yang sekitar lebih dari seribu tahun lalu, berimigrasi secara besar-besaran ke kawasan ini, dari Sumatera atau sekitarnya. Imigrasi besar-besaran dari suku Melayu ini kemungkinan sekali tidak terjadi dalam satu gelombang sekaligus. Barangkali suku Dayak Bukit, yang sekarang ini mendiami Pegunungan Meratus adalah sisa-sisa dari imigran-imigran Melayu gelombang pertama; bahasa mereka dapat diidentifikasikan sebagai bahasa Banjar kuno. Imigran-imigran Melayu yang datang belakangan inilah yang menjadi inti dan kemudian, setelah berlalu waktu dan banyak kelompok-kelompok Bukit dan Manyan, dan belakangan kelompok Ngaju, melebur kedalamnya, berkembang menjadi suku Banjar. Nama Banjar diperoleh ketika pusat kekua

MAKALAH PENGANTAR STUDI ISLAM Metodologi Studi Islam

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Agama sebagai objek penelitian sudah lama diperdebatkan. Harun Nasution menunjukan pendapat yang menyatakan bahwa agama, karena merupakan wahyu, tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu sosial,dan kalaupun dapat dilakukan, harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu sosial. Dalam menjawab persoalan itu. Harun Nasution membangun sebuah pernyataan berikut: Betulkan ajaran agama hanya merupakan wahyu dari tuhan? Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ahmad Syafi”i Mufid. Ahmad Syafi”i Mufid (Affandi Mochtar(ed), 1996: 34) menjelaskan bahwa agama sebagai objek penelitian pernah menjadi bahan perdebatan, karena agama merupakan sesuatu yang transenden. Agamawan cenderung berkeyakinan bahwa agama memiliki kebenaaran mutlak sehingga tidak perlu diteliti. Sebagai mana sudah di singgung di atas, agama mengandung dua kelompok ajaran. Pertama, ajaran dasar yang di wahyukan tuhan melalui para rasul-Nya kepada masyarakat manusi