Langsung ke konten utama

Omah Kapal Kudus

  
Jika anda orang kudus, tahukah mengenai omah kapal di Kudus?
Nah, mungkin sampai saat ini masih banyak yang belum mengetahui tentang omah kapal di Kudus, bahkan orang Kudus sendiri pun. Omah Kapal ini terletak dalam wilayah tengah kota. Tepatnya di daerah jalan KHR Asnawi kelurahan damaran.
Apa sih Omah Kapal ini ? Jadi ini adalah sebuah bangunan besar yang memiliki bentuk konstruksi dan ukuran, sama persis seperti sebuah kapal penumpang. Bangunan yang unik ini juga termasuk salah satu bangunan bersejarah di Kudus. Omah Kapal ini kabarnya sudah masuk dalam Bangunan Cagar Budaya (BCB) di kota Kudus, pada tahun 1998.
Menurut sejarah, omah kapal ini dibangun pada tahun 1930 oleh seorang pengusaha rokok tersukses dan terbesar di kota Kudus pada waktu itu, namanya M. Nitisemito. Beliau membangun Omah Kapal untuk mengenang perjalanannya saat menunaikan ibadah haji ke Makkah, dimana waktu itu transportasi satu-satunya yang digunakan dari Indonesia adalah dengan menggunakan kapal laut. Pada zaman dahul Omah Kapal ini menjadi salah satu landmark kota kudus saat itu. Bahkan hingga tahun 70-an masyarakat Kudus selalu menyebut “Daerah Omah Kapal” untuk merujuk daerah di belakang Menara Kudus serta kelurahan Damaran dan sekitarnya. 



Namun sayangnya ketika kejatuhan M Nitisemito, bangunan ini kemudian kurang dirawat. Bahkan saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Meski dengan segala kegagahan, keindahan dan keunikannya, Omah Kapal saat ini telah terlupakan. Padahal bangunan kuno di kota Kudus yang sangat unik dengan nilai arsitektur yang tinggi ini memiliki potensi yang besar untuk dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata. Khususnya wisata bangunan sejarah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

“PENGELOMPOKAN KEILMUAN ISLAM DALAM BURHANI, IRFANI, DAN BAYANI”

BAB I PENDAHULUAN 1.1   LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci yang paling mendasar dari kemajuan yang diraih umat manusia, tentunya tidak datang begitu saja tanpa ada sebuah dinamika atau pengembangan ilmiah. Proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itulah dikenal dengan istilah epistemologis. Lebih lanjut Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa Epistemologi membicarakan sumber ilmu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan. [1] Metode ilmiah yang dikembangkan oleh para pemikir muslim berbeda secara signifikan dengan metode yang dikembangkan oleh para pemikir barat. Sebab, seperti pernah dikatakan Ziaudin Sardar, sementara para ilmuanbarat menggunakan hanya satu macam metode ilmiah, yaitu metode observasoi, para pemikir muslim menggunakan tiga macam metode sesuai dengan tingkat atau hiererki objek-objeknya, yaitu (1) Bayani atau observasi, (2) Burhani atau Logis, (3) Irfani atau intuitif, yang masing-masing bersumber

Kepercayaan Urang Banjar di Kalimantan Selatan

1.       SEJARAH SUKU BANJAR Mengingat persamaan yang besar sekali antara bahasa yang dikembangkan suku Banjar dengan bahasa Melayu, yang dikembangkan oleh suku-suku di Sumatera dan sekitarnya, dapat diduga mungkin sekali nenek moyang suku Banjar berintikan pecahan suku Melayu, yang sekitar lebih dari seribu tahun lalu, berimigrasi secara besar-besaran ke kawasan ini, dari Sumatera atau sekitarnya. Imigrasi besar-besaran dari suku Melayu ini kemungkinan sekali tidak terjadi dalam satu gelombang sekaligus. Barangkali suku Dayak Bukit, yang sekarang ini mendiami Pegunungan Meratus adalah sisa-sisa dari imigran-imigran Melayu gelombang pertama; bahasa mereka dapat diidentifikasikan sebagai bahasa Banjar kuno. Imigran-imigran Melayu yang datang belakangan inilah yang menjadi inti dan kemudian, setelah berlalu waktu dan banyak kelompok-kelompok Bukit dan Manyan, dan belakangan kelompok Ngaju, melebur kedalamnya, berkembang menjadi suku Banjar. Nama Banjar diperoleh ketika pusat kekua

MAKALAH PENGANTAR STUDI ISLAM Metodologi Studi Islam

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Agama sebagai objek penelitian sudah lama diperdebatkan. Harun Nasution menunjukan pendapat yang menyatakan bahwa agama, karena merupakan wahyu, tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu sosial,dan kalaupun dapat dilakukan, harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu sosial. Dalam menjawab persoalan itu. Harun Nasution membangun sebuah pernyataan berikut: Betulkan ajaran agama hanya merupakan wahyu dari tuhan? Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ahmad Syafi”i Mufid. Ahmad Syafi”i Mufid (Affandi Mochtar(ed), 1996: 34) menjelaskan bahwa agama sebagai objek penelitian pernah menjadi bahan perdebatan, karena agama merupakan sesuatu yang transenden. Agamawan cenderung berkeyakinan bahwa agama memiliki kebenaaran mutlak sehingga tidak perlu diteliti. Sebagai mana sudah di singgung di atas, agama mengandung dua kelompok ajaran. Pertama, ajaran dasar yang di wahyukan tuhan melalui para rasul-Nya kepada masyarakat manusi